Menuju Pilkada Damai dan Demokratis, Bawaslu Tana Toraja Gelar Kombongan Kalua’
TORAJA TIMES.COM – TANA TORAJA | Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Tana Toraja menggelar dialog Publik lewat kegiatan Kombongan Kalua’, bertempat di Gedung Tammuan Mali’ Makale Tana Toraja, Selasa (12/11/2024).
Adapun peserta Kombongan Kalua’ adalah Bupati Tana Toraja, DPRD, Forkopimda, Kepala OPD, Camat, Ketua Adat, Tokoh Agama, Tokoh Perempuan, Tokoh Pemuda, Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati, Tim Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan Partai Politik.
Ketua Bawaslu Tana Toraja menyampaikan bahwa Kombongan Kalua’ adalah istilah bahasa Toraja yang berarti rapat besar atau pertemuan besar untuk menyatukan presepsi atau pemahaman terhadap suatu hal.
Melalui Kombongan Kalua’ yang bertema “Mengintegrasikan Nilai-nilai Kearifan Lokal dalam Pemilihan, menuju Pilkada yang damai dan demokratis”. Ia berharap Pilkada Tana Toraja berlangsung damai dan demokratis dengan berpegang pada nilai-nilai kearifan lokal.
Kombongan Kalua’ dihadiri Pimpinan Bawaslu RI Kordiv SDMO dan Diklat Bawaslu DR. Herwyn Jefler Hielsa Malonda, Ketua dan Anggota Bawaslu Provinsi Sulsel Mardiana Rusli dan Andarias Duma’.
Dalam sambutannya, Pimpinan Bawaslu RI DR. Herwyn Jefler Hielsa Malonda mengapresiasi kegiatan Kombongan Kalua’ dimana kegiatan ini bagian dari rangkaian komitmen Bawaslu dan kita semua untuk mensukseskan Pilkada 2024.
“kegiatan ini tidak hanya sekedar formalitas tapi ada komitmen bersama mewujudkan Pilkada yang damai dan berintegritas,” ucapnya.
“Ia berharap kearifan lokal yang sudah menjadi kebiasaan baik yang dilakukan secara turun temurun seperti gotong royong yang terpelihara dengan baik di Toraja bisa berdampak pada suksesnya Pilkada 2024.
Melalui dialog, Bawaslu Tana Toraja menghadirkan narasumber – narasumber yang relevan dengan tema yakni Tokoh Adat Toraja Daud Arung Pangarungan yang membawakan materi berjudul ” Menyingkap Pemali, Untannun Karapasan” yang berarti berpegang pada larangan untuk menciptakan harmoni.
Dalam pemaparannya, Daud Arung banyak berbicara tentang filosofi orang Toraja yang memegang teguh prinsip “Misa’ Kada Dipotuo Pantan Kada dipomate” sebagai bentuk perlawanan orang Toraja terhadap penindasan dan kehancuran peradaban sehingga prinsip ini harus menjadi pegangan masyarakat Toraja dalam melawan segala bentuk -bentuk praktik politik kotor yang bisa mencederai terwujudnya Pilkada yang berintegritas.
Daud Arung juga mengatakan bahwa dalam adat budaya Toraja dikenal juga istilah “Pemali” yang mengatur keteraturan hidup masyarakat Toraja terhadap hal-hal yang boleh dilakukan dan dilarang dilakukan.
Daud juga menyampaikan tentang 7 simpul manusia Toraja dalam membangun diri dalam budaya dan kearifan sosial yaknk Sipa’dampangan (saling mendoakan), Sitaratte’ (saling menghargai), Sipakatau (saling memanusiakan), Siangkaran (saling menopang) Siporannu (saling membantu)
Sipakaboro’ ( saling menyayangi).
Hadir juga narasumber dari Staf Ahli DPR RI yang juga tenaga ahli Studi Isu wilayah asia Pasifik dan China dan analis politik. Dalam pemaparannya, Panji Prasetyo mengatakan tentang pentingnya persaudaraan antar umat dalam menghadapi Pilkada karena bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat sehari-hari.
“Ia juga memyampaikan tentang bagaimana menjadi pemilih yang cerdas diantaranya mengikuti berita soal Pilkada, mengenali calon kepala daerah, mencermati program dan gagasan, mencermati aktor politik yang terlibat.
Panji juga berbagi kiat bagaimana menjadi pemilih yang cerdas agar tidak terpapar hoax, fitnah dan ujaran kebencian di media sosial dengan beberapa kiat mulai dari berhati-hati terhadap judul berita yang provokatif, cermati alamat situs, periksa fakta, cek keaslian foto/video dan terlibat grup diakusi anti hoax.
Pada kegitan ini juga, tampil Narasumber DR. Ishak Pasulu M.Si, Dosen Sosiolog dan Ketua Pengurus Yayasan Pendidikan Kristen Toraja (YPKT) yang berbicara tentang Politik Transaksional dan Manipulasi Nilai Budaya dalam Pilkada.
Dalam pemaparannya Ishak Pasulu mengatakan terjadi pertukaran pada Pemilu dimana jika berdasarkan asas demokrasi Kandidat adalah penjual maka dalam politik transaksional kandidat justru berposisi sebagai pembeli dan pemilih sebagai penjual.
Ishak Pasulu mengurai bahwa Politik Transaksional adalah penghambat utama pemilu yang demokrasi, karena menjadikan politik menjadi tidak berdaulat dan menjadikan biaya politik sangat mahal, berpotensi mematikan demokrasi dan menghambat terwujudnya pemerintahan yang baik, pemerintah lebih berpihak kepada pemilik modal sebagai balas jasa dan terjadi peluang kolusi korupsi dan nepotisme, serta menyandra Kepala daerah terpilih.
Usai kegiatan tersebut dilanjutkan dengan penandatanganan fakta integritas oleh peserta yang hadir dalam Kombongan serta “Unnembong kada bulaan, unnambe bisara tang balle, Unnindo’ pesalu sangka'” yang merupakan pernyataan sikap bersama peserta kombongan untuk bersama-sama mewujudkan Pilkada damai dan berintegritas. (*)
Penulis : Eno
Editor : Yansen
Tinggalkan Balasan