Rajus Bimbin : Paramisi Bulangan Londong Saat Ini “Dispensasi”, Bukan Lagi Lahir dari Tatanan Sosial atau Filosofi yang Kuat
TORAJA TIMES.COM – TORAJA UTARA | Rajus Bimbin, ST,. MH selaku Pemerhati Budaya Toraja mengulas terkait budaya Toraja, seperti Paramisi Bulangan Londong.
Rajus Bimbin menyampaikan bahwa Paramisi Bulangan Londong yang di lakukan oleh masyarakat Toraja usai melaksanakan acara Adat Rambu Solo’ (kedukaan) sebagai pelengkap adat budaya saja.
Dikatakan bahwa adat paramisi yang dulu dilaksanakan oleh leluhur kita dan paramisi yang dilakukan saat ini, sangat jauh berbeda, bahkan sudah melenceng dari yang sesungguhnya.
“Paramisi yang dulu itu memang ada izin, dibuktikan dengan adanya surat izin yang dikeluarkan oleh aparat pemerintah daerah. Dan untuk pembayaran pajak diambil dari beberapa ayam alias sepaknya (paha ayam),”kata Rajus Rabu (24/012024).
Menurutnya bahwa Paramisi saat ini sangatlah fenomena saja, paramisi yang disampaikan oleh masyarakat sekarang ini adalah bukan paramisi lagi, karena tidak ada izin dari Pemerintah.
“Untuk pembayarannya, konon katanya perhari ditentukan oleh pihak-pihak terkait yang mengambil keuntungan dalam perhelatan budaya ini. Sehingga bisa dikatakan paramisi varian pertambahan budaya, sekarang bukan paramisi tapi namanya Dispensasi,”tutur Rajus.
Kata “Dispensasi” itu tidak diusir, tidak dikejar dan tidak di bubarkan. Kenapa,..! Karena kalau di bayar perhari itu adat, tapi kalau tidak dibayar bukan adat, tetap di bubarkan,”ungkap Rajus Bimbin selaku Pemerhati Budaya Toraja.
Dia juga menerangkan, bagaimana cara penataannya sehingga paramisi ini kalau memang harus ditata maka legitimasi hukumlah yang harus ditata kedepannya. Dan ini bukan pekerjaan kecil, dan bukan pekerjaan gampang, dibutuhkan personal figur yang mampu menjembatani, membahas antara keinginan dan kebutuhan jaman, baik dari pihak Gereja maupun pihak Rohaniawan juga dari pihak pelaku dan budayawan,”terang Rajus yang dikenal sebagai nama Londong Bassi Bulawan.
Rajus juga menyampaikan bahwa jika para pihak terkait sudah menemukan titik temu, maka penataan kebudayaan kita ini sangatlah penting.
“Dan kalau paramisi itu tetap ada, diperlukan penataan dan minimalisasi keberadaan dan pelaksanaannya. Dan kalau dilaksanakan paramisinya itu memberikan legitimasi pada orang yang benar dan tepat.
Dia menggambarkan bahwa Paramisi bukan macam sekarang, perempuan di pa’paramisian, orang yang mati sehari di paramisian, pesta pernikahan di pa’paramisian, katanya paramisi,”pungkas Rajus.
Semua yang disebutkan Paramisi saat ini, kalau saya menyebutnya “dispensasi”. Kalau yang sebenarnya yang dibulangan londongngi adalah lahir dari tatanan sosial yang kuat, filosofinya yang kuat.
“Bulangan Londong itu lahir dari strata sosial yang layak diberikan. Dan melakukan sumbangan bulo’, sumbangan bulo’ ini minimal kurban yang di berikan strata aluknya itu 24 ekor kerbau keatas kalau tidak salah, tapi yang pastinya 25 ekor kerbau dan minimal 17 Ekor kerbau.
“Dan yang diberikan sumbangan bulo’ itu hanya laki-laki bukan perempuan, sekarang dispensasi ini juga diberikan kepada perempuan. Lalu rapasan yang dilakukan sehingga legitimasi itu diberikan kepada orang yang tepat ketika kita melakukan ritual penambahan paramisi itu,”jelasnya.
Dia menambahkan bahwa Paramisi bulangan Londong ini bukan mau menghapus atau menghilangkan varian budaya adat, tetapi ditata sehingga pihak-pihak yang melakukan kebudayaan adat itu, adalah orang yang benar-benar terlegitimasi secara adat dan budaya itu, baik kuat secara filosofinya, kuat secara sosialnya.
“Dan kita bisa mengeliminir dampak-dampak sporadis secara pertumbuhan yang tidak mengarah kepada filosofi yang benar. Sehingga varian Tedong silaga ini benar-benar bisa hadir dijadikan varian perkembangan adat yang menciptakan pertumbuhan pariwisata di Toraja yang tercipta dari filosofi adat budaya yang akarnya kuat,”ungkapnya.
“Dari pihak-pihak yang dalam kepentingan ini, baik dari pihak rohaniawan, aparat-aparat disesuaikan karena dalam penataan itu apa kepentingan freepik yang bisa diambil. Karena tambahan varian budaya ini tidak terlalu bombastis, tidak terlalu banyak dan bisa di filter sehingga teman-teman aparat bisa mengambil varian budaya itu secara tidak fulgar, tidak menyalahi aturan,”imbuh Rajus Bimbin.
Untuk diketahui bahwa Rajus Bimbin, ST,. MH saat ini terjun di dunia Politik, dan masuk sebgai Calon Legislatif (caleg) DPRD Provinsi Sulawesi Selatan dari Daerah Pemilihan (Dapil) 10 dengan Nomor Urut 4 Partai Hanura. (*)
Penulis : Eno
Editor : Jansen
Tinggalkan Balasan