TORAJATIMES.com

Objektif & Aktual

OPINI : Tantangan Terbuka Kepada Kapolda SulSel, Masyarakat menunggu Penindakan Pembinaan Mafia Judi Sabung Ayam di Toraja

Ditulis Oleh : Rajus Bimbin, ST., MH, Pemerhati Budaya Toraja (Minggu, 7 April 2024)

TORAJA TIMES.com – Toraja Utara | Pemerhati Budaya Toraja Rajus Bimbin, ST., MH tertarik memberikan Opini dengan adanya penidakan kasus 303 tentang judi sabung ayam yang dilakukan di Tombang Madandan pada Minggu, 31 Maret 2024 lalu.
“Dengan adanya kegiatan Sabung Ayam itu di masa PASKAH tentu melukai Perasaan bagi Masyarakat Kristen dan adanya Korban Keguguran salah satu Ibu yang berdomisili di sekitar lokasi kejadian.

Kita paham, apa yang terjadi bahwa Masyarakat yang di bawa ke makassar oleh Brimob Polda Sulsel adalah Pelaku Penggembira saja, sesuai pesan singkat Bapak Irjen Pol (P) Frederick Kalalembang kepada Kapolda sulsel itu menegaskan untuk melakukan penindakan pada Penjamin dan Penyelenggara Judi SABUNG AYAM yang berkedok PARAMISI/Ada’. Dan sepekan ini belum ada kabar pengembangan kasus 303 ini yang menyasar kedalam personal institusi negara pada wilayah hukum tersebut serta pengurus di masing masing kampung.

Masyarakat “pencinta kaki getar” istilah penghobby Ayam Tarung ada dalam persepsi bahwa Paramisi adalah sama dengan Bulangan Londong yang tentu dibantah dari beberapa Pemerhati Budaya Toraja. Lalu menjadi polemik opini masing masing pribadi dan jika diadakan penindakan hukum 303 tentulah Masyarakat lagi yang menjadi korban.
“Dari sinilah harus dilakukan telaah budaya kembali oleh para dewan adat dari 32 wilayah adat tentang ReNilai dan ReMakna ada’ Silondongan ke Bulangan Londong ke na Londong {Topadatindo} lalu berkembang di abad 19 adalah PARAMISI.

Hadirnya Paramisi di era tahun 1900an itu mengisahkan Sejarah tersendiri karena PARAMISI ini memiliki Penugasan Khusus dan berhasil untuk mendudukkan HAK ASASI MANUSIA pada nilainya. Ini juga tak bisa dikesampingkan sehingga nilai budayanya sangat kuat untuk tetap hadir dalam Masyarakat yang pantas dan layak,”Kata Rajus.

Apa yang dilakukan untuk melegitimasi PARAMISI ? adalah Dewan Wilayah Ada’ harus melakukan kajian dan melakukan Kombongan Kalua’, bukan dari Pemerintah dan atau Rohaniawan.

Jika Dewan Adat melakukan pengakuan bahwa Paramisi yang ada di masa abad 19 itu adalah perkembangan kebudayaan dari sebelumnya, maka tentulah PARAMISI dimungkinkan bisa untuk dilegalkan merujuk seperti pada kebudayaan Sabung Ayam di Bali, namun apa dampak positif dengan memberikan suatu Legalitas PARAMISI, tentu dengan syarat dan perlengkapannya adalah :

  1. Etnis Toraya/Toraja akan menata nilai baru dalam pelaksanaan Adat dan budaya yang berkoneksi pada semua aspek hidup manusia Toraja.
  2. Setiap pribadi anak toraja akan mencari dan memperkuat hubungan pertalian darah pada tokoh sentral leluhur To Barani dan memperkuat emosianal setiap pribadi anak toraja pada Tongkonan Layuk nya.
  3. Dengan semakin kuatnya hubungan emosi dan rasa memiliki pada tongkonan layuk itu akan semakin memperkuat Ketahanan Masyarakat adat dan Kekuatan Keamanan dalam lingkup Entitas Toraya.
  4. Merawat Kembali kebudayaan {Lampa na Ada’} dalam setiap kegiatan ritual Kebudayaan. Dan ini akan menjadi materi jualan industry pariwisata.
  5. Mereposisi dan menata dalam kehidupan sosial dalam lingkup Masyarakat Toraja.
    Sehingga tidak seperti yang terjadi sekarang ini yang di obral karena sudah masuk pada kepentingan UANG BANYAK dari para person yang menggunakan institusi alat negara bekerjasama dengan sekutu di kampung-kampung.

Sejalan dengan Pak Jendral Frederick Kalalembang, saya juga menunggu Gerakan dari KAPOLDA SULSEL untuk pengembangan sasaran penindakan pada Mafia JUDI ini dari personal Institusinya.
“Sejak jaman Pak Tarzis Kodrad, Bupati Tana Toraja {Kabupaten Toraja Utara belum terbentuk} di tahun 1990an, Judi Sabung Ayam ini sudah menjadi momok bagi Masyarakat dan belum dapat diselesaikan permasalahan ini oleh manusia Toraja sekarang. Dan memang perlu adanya KOMBONGAN KALUA’ ADA’ itu dan tentunya terlebih dahulu memperkuat Dewan Adat ini dan menempatkan orang yang berkapabilitas dan mumpuni sebagai pengarah adat dan budaya di wilayah adat masing masing,”tutur Rajus Bimbin.

“Saya mengharapkan pada organisasi agama bahwa tidak perlu antipati pada hadirnya kelak PERDA BUDAYA, karena pada hakikatnya tujuan utama adalah penataan Ketahanan Budaya ENTITAS TORAYA dan Kesepahaman Nilai Baru di jaman sekarang dan dengan Point Paramisi, dan itu menunggu dari hasil Kombongan Kalua’ itu sendiri dan tentunya jika Paramisi itu mesti hadir dalam suatu Rambu Solo’ perlu di pisahkan dengan Perda Budaya ini.

Pemerhati Budaya Toraja, Rajus Bimbin, ST., MH berharap kepada Organisasi /LSM (NGO) Budaya mesti hadir sebagai motor penggerak untuk menuju perbaikan peradaban (Manusia Toraya yang BerAdat dan BerAdab) yang mempertemukan Adat, Hukum dan Agama. Sehingga minimal mengurai benang kusut dari opini yang berbeda dari Masyarakat Budaya kita.

Ditambahkannya bahwa di butuhkan ruang diskusi dan butuh keterwakilan Pesonal baik dari LEGISLATIF dan juga EKSEKUTIF yang dapat menjawab harapan ini,”Pungkas Rajus Bimbin, ST., MH selaku Pemerhati Budaya Toraja. (*)

Editor : Redaksi (Eno/Rahmad)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini